Mereka yang memiliki nama jelek di masyarakat kadang memiliki kebaikan yang jauh lebih unik karena bisa saja Allah menyembunyikan orang yang dicintainya.
Beberapa hari itu aku kepikiran terus nasehat yang diberikan kakek itu. Aku coba melakukanya tapi hatiku memberontak. Aku ingin mengungkapkan semua rasa ini meskipun aku tahu hasilnya tidak memuaskan. Aku telah beberapa kali meminta bicara baik-baik kepada Tanti, namun dia menolak. Aku begitu yakin dia juga memilii perasaan yang sama – Cinta.
Hari itu sahabatku dari Riau yang bernma Robi datang ke tempatku. Robi pernah juga ikut anggota GAM(Gerakan Aceh Merdeka). Kami tumbuh besar bersama. Robi begitu mengenalku begitu pula sebaliknya. Sewaktu kami kelas 5 SD dia berangkat ke Riau dan pindah sekolah disana. Beberapa tahun sekali dia selalu berkunjung ke Jawa. Hal itulah yang membuat kami terus saling mengenal sampai kini. Ia juga pernah mengikuti beberapa tariqot di Riau dan mempelajari beberpa ilmu ghaib.
Sewaktu dia datang ke Blitar, dia bersama 2 temanya dari Riau. Dalam bincang-bincang itulah aku kepikiran untuk menculik Tanti. Sebenarnya mereka juga menawarkan jalan lain misalnya mengguakan pengasihan, dan lain-lain, tetapi aku menolak. Aku tahu betul tujuan akhir kali ini bukanlah memperistri Tanti, tetapi hanya mengungkap kebenaran diantara kami sehingga tidak ada yang menyesal kemudian. Mendengar penjelasanku akirnya mereka mengerti dan menyetujuinya. Akhirnya kami menyepakati kapan penculikn itu akan dilancarkan. Kebetulan mereka juga telah membawa 3 buah senjata laras panjang CV-147 untuk berjaga-jaga. Mereka juga segera mempersiapkan radio pengacau yang akan membuat sender dan receiver ponsel disekitar lokasi tidak berfugsi. Hal ini dilakukan agar orang-orang yang ada disekitar lokasi tidak bisa menghubungi polisi.
Akhirnya waktu yang direncanakan itu tiba. Seperti biasa Tanti keluar dari tempatnya mengajar. Ia pulang dengan naik bus seperti biasanya. Tapi ada yang tidak biasa hari itu, sebuah mobil kijang dan 2 buah sepeda motor ninja selalu mengikuti bus itu. Mendekati hutan, satu sepeda motor ninja tampak memperlambat lajunya kemudian berhenti. Tampak pengendaranya mengalihkan arah lalu lintas agar tidak melewati hutan. Sepeda motor ninja yang satunya mendahului bus dengan kecepatan tinggi untuk mngalihkan lalu lintas dari arah depan. Sementara aku dan Robi segera merapatkan mobil kijang disamping bus. Robi memberikan sebuah sebuah senjata laras panjang kepadaku sebelum menyalakan radio pengacau ponsel. Aku arahkan senjata itu ke sopir bus sambil memberi isyarat untuk berhenti. Sopir bus itu tidak menghiraukan peringatanku sehingga terpksa kami memotong jalan. Kami yang sudah mengenakan cadar dan sarung tangan waktu itu, berjalan masuk ke dalam bus sambil mengangkat senjata ke atas. Dengan tenang aku cari sosok itu –Tanti. Akhirnya aku temukan sosok itu. Beberapa saat lamayan pandangan mata kami beradu. Pandangan mata itu mengisyaratkan tanda tanya, keyakinan, dan kepercayaan. Aku raih tangan itu dan kubawa dia kedalam mobil kijang yang ada di depan bus. Beberapa orang yang menghalangi kami langsung kami sodok dengan gagang senapan. Ada yang kena telapak tanganya, pahanya, keningnya dan lengannya sampai memar.
Kami bawa Tanti dengan mobil kijang itu ke sebuah rumah ditepi hutan.
“Siapa kalian sebenarnya ? “ tanya Tanti.
“Bukankah kamu sangat mengenalku.” Jawabku singkat sambil mendudukanya di sebuah kursi di sudut ruangan.
“Mas Ilham ? kenapa harus sperti ini mas ? tanya Tanti.
“Sungguh. Aku tidak mempunyai maksud buruk” jawabku. Aku hanya ingin mendengar kejujuran darimu agar disaksikan Allah. Apakah kamu juga mencintaku atau tidak.”
“iya. Iya mas. Aku juga mencintaimu. Seperti engkaulah orang yang aku impikan menjadi pendampingku sejak kecil. Sampai tiba saat itu, aku dilamar oleh suamiku sekarang. Aku tidak mungkin menghianatinya. Pelanggaran itu berarti melanggar aturan Allah, sedangkan kita tahu syari’at. Aku hanya bisa berdo’a semoga Allah mempersatukan kita di akhirat nanti –tidak di dunia.”
Mendengar penjelasan itu aku merasa lega. Itulah penjelasan yang aku nantikan selama ini.
“satu yang aku sesalkan darimu mas” susul Tanti. Hanya untuk hal semacam ini kamu memukuli para penumpang bus tadi. Hal itulah yang membuat aku merasa bahwa kamu tidaklah seperti yang aku kenal”. Lalu tiba-tiba dia menamparku.
“InsyaAllah nanti kamu akan tahu dan meminta maaf atas tamparamu ini.” Jawabku tenang. Sesaat aku sempat melihat penyesalan dimatanya, tapi masih bercampur tanda tanya.
“Kami akan mengantarkanmu pulang setelah sholat isya’. Kita sholat berjamaah dulu.” Kataku kemudian.
Setelah sholat isya’, kami antarkan Tanti pulang. Dalam perjalanan pulang itu, tanti terus kepikiran dengan tamparannya tadi. Bagaimana seandainya ia salah menampar orang. Bagaimana seandainya Ilham dapat memberikan alasan yang tepat untuk tindakanya.
---------2 hari kemudian sewaktu perjalanan pulang dari mengajar, tanti naik bus seperti biasanya. Ia bertemu dengan orang-orang yang dipukuli Ilham waktu itu. Ternyata rata-rata mereka adalah penderita diabetes, mah, rematik dan beberapa penyakit lainya. Mereka semua bercerita bahwa penyakit mereka setelah terjadi penculikan itu mulai sembuh. Mereka yakin kesembuhan itu akibat dari memar yang ada di tubuh mereka akibat sodokan senjata waktu terjadi penculikan itu.
Tanti berpikir sejenak. “apakah ini yang belum dijelaskan mas ilham waktu itu ? yang dikatakanya akan membuat aku menyesal atas tamparanku?”. Tiba-tiba Tanti mengambil ponselnya dari dalam tas dan menulis sebuah SMS. “Mas, apa yang sebenarnya mas lakukan ?” begitulah SMS itu. Tak berapa lama ponsel itu berbunyi dan sebuah pesan baru masuk.
“kami tidak asal sodok waktu itu. Senjata yang kami gunakan waktu itu yang sering kami gunakan adalah gagangnya bukan ujungnya. Kami berdua pernah belajar pijat refleksi. Kami tahu titik-titik pada bagian tubuh yang dapat menyembuhkan penyakit. Yang kami sodok waktu itu adalah titik-titik refleksi dari penyakit yang mereka derita. Mereka tidak akan sembuh seketika, karena pijat refleksi menyembuhkan secara bertahap. Sedang dimanapun kami kami selalu ingin membantu orang lain.”
Setelah membaca SMS itu tanti menangis. Ia betul-betul menyesal atas tamparan itu sambil berkata dalam hati “semoga kamu mau memaafkanku mas Ilham. Semoga Allah mengampuniku. Semoga kita dipersatukan di akhirat nanti. Semoga di dunia engkau mendapatkan wanita yang lebih baik dariku, lebih cantik, dan lebih bisa mengerti dirimu. Tidak seperti aku. Maafkan aku mas.”
Pada saat Tanti menangis itulah kenek bus mendekat dan memberikan sebuah sapu tangan. Dalam sapu tangan itu tertuliskan 3 huruf. “IDS”.